Ini tentang ahlul gurur. Manusia-manusia yang tertitpu waktu
dalam perjalanan menuju sang pencipta alam semesta. Tentang kegagalan memaknai
hidup yang Cuma sebentar, tentang dangkalya keyakinan yang tidak cukup berakar.
Tentang rapuhnya pendirian yang tidak bersandar. Juga tentang lemahnya motivasi
yang mudah pudar.
Keinginan untuk berbuat benar serta upaya agar hari-hari
yang dilalui menjadi semakin baik, kalah melawan musuh-musuh perampok umur,
hawa nafsu, setan, dan kesenangan dunia. Hingga tubuh yang bertambah uzur,
tidak juga menambah amalan luhur. Ia gugur bersama kemestihan berakhirnya nafas
yang tak lagi teratur. Kaku membujur diliang kubur.
Ahlul ghurur adalah
mereka yang terjerumus dalam perangkap mematikan; lalai dalam melakukan
muhasabah dalam hidup. Mereka acuh karena merasa tidak butuh. Padahal ia salah
satu penjamin kebaikan bagi manusia, insayaallah. Hingga ahlul ghurur abai akan
pebgumpulan bekal untuk menghadap sang khalik dialam kekal, nanti meski hari terus
berganti dan berlari.
Menutup mata dari akibat sebuah perbuata adalah salah satu
ciri mereka. Merekalupa atau tidak tahu bahwa setiap apa yang dilakukan manusia
akan kembali pada dirinya sendiri dalam wujud balasan yang setimpal. Baik
maupun buruk, sedikit maupun banyak serta tersembunyi maupun tampak. Allah maha
adil dan tidak aada satu perbuatan pun yang tidak berbalaskan. Dan kebaikan
tidak akan pernah sama dengan keburukan, sekecil apapun.
Ciri yang lain adalah larut dalam keadaan, tidak berdaya dalam
memperahankan prinsip kebenaran sebab mengandung resiko. Sekedar menjadi
penggembira, tertawa bersama yang lain meski harus acuhkan batin yang merintih.
Mereka ingin hidup aman dan nyaman. Tak ingin celaan, makian, umpatan, dan
penolakan karena semuanya sangat menyakitkan. Dan itu bermakna, bagi mereka,
meminimalisir gangguan dari lingkungan sekitarnya. Sehingga larut dalam keadaan
menjadi sebuah keharusan. Bukankah tidak ada yang perlu ditakutkan jika
mengikuti dan menjadi serupa dengan yang lain? Ia adaalah sebuah kawasan
nyaman, comfort zone!
Terlalu mengandalkan ampunan Allah adalah tanda berikutnya.
Meski selintas tidak ada yang salah dengan keyakinan bahwa Allah swt adalah
sang maha pengampun, bahkan untuk kesalahan sebanyak buih dilautan, tetapi mengandalkannya
secara berlebihan menjadi kontra produktif. Tidak seimbang menyertakan fakta
selainnya, bahwa Allah juga maha adil dan maha cepat hisab-Nya.
Dengan semua tanda ini, ahlul ghurur mudah jatuh dalam
lembah dosa, sebab yang hak dan batil tampak serupa. Kemudian menikmati hidup
dalam gelimang kesia-siaan berkepanjangan, hingga sulit berpisah ketika
kebenaran terkadang datang menyapa, karena sudah menjadi kebiasaan. Tapi,
benarkah seperti ini yang kita inginkan? Waiyyadzubillah
Sumber: ar-Risalah edisi 111
0 comments:
Post a Comment