“Antara ibuku dan istriku”



 Sebuah hadits riwayat imam bukhari menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap dalam gua. Longsoran batu telah menutupi pintu gua tempat mereka bertemu. Mereka sadar bahwa tidak ada yang dapat menolong selain Allah. Karena itu, masing-masing bertawassul dengan amal shalih  terbaik yang pernah dikerjakan. Ada yang bertawassu dengan keberhasilannya menunaikan amanat. Ada pula yang berdoa dengan kesabarannya menahan syahwat yang lain, berdoa dengan baktinya kepada orang tua. 
Image result for antara ibuku dan istriku
Ia menceritakan, bahwa tidak ada yang ia dahulukan selain kedua orang tuanya. Suatu hari, ia pergi  jauh menyelesaikan  satu urusan. Ia baru sampai dirumah pada malam hari. Ayah-ibunya pun sudah terlelap. Tetapi ia tetap memerah susu seperti biasa dan menunggu hingga sambil terjaga hingga pagi hari. Agar tidak aad orang pertama yang meminum susu tersebut selain orang tuanya. Setelah semuanya selesai berdoa, mulut gua baru terbuka lebih lebar, sehingga mereka dapat keluar dengan selamat.
Riwayat diatas menjelaskan bahwa berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang sangat penting. Merawat kedua orang tua bukanlah hal mudah. Prakteknya mencakub amalan hati, fisik dan harta. Berbakti kepada orang tua berarti harus siap meluangkan waktu, bersedia repot saat dibutuhkan, mengeluarkan dana yang kadang tidak sedikit atau membatalkan agenda yang telah direncanakan. Karena orang tua memanggil. Semuanya itu dilakukan dengan kerelaan hati tanpa adanya tekanan batin. Karena itulah, besarnya pahala berbanding lurus dengan besarnya usaha yang dikerahkan.
Bagi anak yang sudah berkeluarga, tentunya bukan hal yang mudah untuk membagi waktu antara ibu dan istri. Sehingga kadang seorang suami merasakan dilema antara orang tuanya dengan istri. Disatu sisi orang tua yang melahirkan, merawat dan mendidiknya. Sedangkan istri adalah teman yang menemani dalam menghabiskan waktu serta ibu dari anak-anaknya. Orang tua merasa kehilangan anaknya sedangkan istri merasa suami menjadi miliknya. Masing-masing dituntut untuk mengurangi friksi-friksi tertentu yang pasti akan terjadi.
Namun jika dia dihadapkan dengan  dua perintah yang sama derajat hukumnya didalam timbangan syariah, sama-sama wajib, sunnah, atau mudah, dalam satu kondisi maka perintah ibu harus lebih didahulukan daripada istri. Hal yang demikian dikarenakan karena kedudukan laki-laki itu adalah anak terhadap ibunya. Seorang anak diwajibkan untuk taat terhadap ibunya dalam kebaikan selama  tidak diperintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah swt. Begitu berat tanggung jawab seorang suami yang tetap harus berbakti kepada orang tuanya sehingga sudah selayaknya istri meringankan beban suami meringankan beban tersebut.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
“dari muhammad bin Thalhah bin Muawwiyah As-Sulami, dari ayahnya yang menceritakan, “saya menemui Rasulullah saw. Untuk mengatakan, bahwa saya ingin berjihad fisabilillah, wahai Rasulullah. Rasulullah saw. Bertanya “apakah ibumu masih hidup?” saya jawab, “ya,” Nabi bersanda, “tetaplah disisinya karena disitulah jannah berada.” (HR. Thabrani, shahih menurut syaikh Albani).
Sedangkan kedudukan laki-laki itu terhadap istrinya adalah suami baginya. Seorang suami berkewajiban menjaga, memelihara dan menarahkannya dalam perkara-perkara yang diridhai Allah swt. Sedangkan istri berkewajiban untuk  menaati perintah suaminya selama perintah itu tidak dalam perkara-perakara maksiat kepada Allah swt.
Image result for antara ibuku dan istriku
Disamping itu, berbakti kepada orang tua dan mertua merupakan cara mendidik anak agar berbakti kepada kita. Seperti apa kita berbakti kepada mereka, seperti itulah anak-anak kita akan berbakti kepada ibu bapaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa
“dari ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda “ berbaktilah kepada kedua orang tua, niscaya anak kalian akan berbakti kepada kalian.”
Ada sebuah kisah nyata yang dapat ita ambil hikmahnya. Pada suatu sore seorang ibu sedang bercengkrama dengan anak-anaknya yang lagi asyik belajar. Ia memberikan untuk anaknya yang paling bungsu, yang berumur empat tahun, buku gambar dan krayo. Tentu agar si bungsu tidak mengganggu kakak-kakaknya. Tiba-tiba ia teringat belum menyiapkan makan siang untuk bapak mertuanya. Seorang bapak tua sakit-sakitan yang tinggal di paviliun yang terpisah dari bangunan rumah utama.
Sehari-hari sang istrilah yang lebih banyak mengurus bapak mertuanya. Ia mengurusnya sebisanya, suaminya pun cukup puas dengan apa yang dilakukan istrinya untuk ayahnya yang tidak bisa keluar dari ruangan karena kesehatannya semakin menurun.
Si istri segera menyiapkan makanan dan mengantarkannya sendiri. Ia juga menanyakan apakah ada hal lain yang ia minta. Setelah beres ia kembali menemani anak-anaknya. Ia memperhatikan sibungsu sedang menggambar kotak segi empat dengan garis garis didalamnya. Sepertinya sedang menggambar denah rumah. “adek sedang menggambar apa?” tanya ibu.
“ini gambar rumahku nanti kalau sudah besar, jawab si anak bungsu polos.”
Kemudian si ibu menunjuk setiap ruangan sambil menunjuk  dan mengatakan, “ini ruangan apa?”, “ini dapur, ruang tamu, kamar tidur,....” kta sianak bersemangat.
Kemudian si ibu menunjuk gambar segi empat yang terpisah dari denah utama, “ruangan ini kok ada diluar rumah?”
Dengan polos sianak kemudian menjawab, “ruangan ini untuk ibu nanti. Ibu tingal disitu seperti kakek yang tinggal di paviliun.” Barulah si Ibu tersadar dengan ucapan polos putranya, ternyata selama ini  ia dan suaminya telah durhaka kepada orang tuanya. Ia bersyukur telah disadarkan oleh putra bungsunya. Semoga kisah ini memberikan pelajaran dan membuat kita semakin berbakti kepada orang tua kita. Amin.

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...