Sudah jadi hal yang begitu ma’ruf
di negeri ini, di penghujung blan ramadhan, menjelang lebaran atau idul fitri,
kaum Muslimin begitu sibuk untuk mempersiapkan mudik lebaran. Bahkan sejak
jauh-jauh hari mereka ada yang sudah memesan tiket dan memilih kendaraan yang
nyaman untuk perjalanan mudik. Namun amat jarang yang memikirkan bagaimanakah
ajaran Islam mengajarkan persiapan untuk melakukan perjalanan jauh. Jika
seseorang memperhatikan ajaran tersebut dalam melakukan persiapan perjalanan
jauh lantas ia mengamalkannya, maka sungguh mudik yang ia jalani akan begitu
berkah dan memperoleh banyak kebaikan. Keberkahan ini diperoleh karena
ketaatannya dan semangatnya dalam mengikuti perintah Allah dan ajaran Rasullullah
Saw.
Pertama, melakukan shalat Istikharah terlebih dahulu untuk memohon
petunjuk kepada Allah mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan, teman
perjalanan dan arah perjalanan. Dari Jabir bin Abdillah, beliau berkata
“Rasulullah Saw biasa mengajari sahabatnya shaat istikharah dalam setiap
urusan. Beliau mengajari shalat itu sebagaimana mengajari surat dalam
Al-Qur’an.
Kedua, jika sudah membulatkan tekad melakukan perjalanan, maka
perbanyaklah bertaubat, yaitu meminta ampun kepada Allah dari segala macam
maksiat, minta maaflah kepada orang lain atas tindak kezholiman yang pernah
dilakukan, dan minta dihalalkan jika ada muamalah yang salah dengan sahabat
atau lainnya.
Ketiga, menyelesaikan berbagai persengketaan, seperti menunaikan u
tang kepada orang lain yangterlunasi sesuai dengan kemampuannya, menunjuk siapa
yang bisa menjadi wakil tatkala ada utang yang belum bisa terlunasi,
mengembalikan barang-barang titipan, mencatat wasiat, dan memberikan nafkah
yang wajib bagi anggota keuarga yang ditinggalkan.
Keempat, melakukan perjalanan atau safar dengan tiga orang atau
lebih. Sebagaimana hadits, “satu pengendara (musafir) adalah syaithan, dua
pengendara (musafir adalah dua syaitan), dan tiga pengendara musafir itu baru
disebut rombongan musafir.
Yang dimaksud dengan syaitan disini
adalah jika kurang dari tiga orang, musafir tersebut sukanya membelot dan tidak
taat. Namun larangan tersebut bukanlah haram tetapi makruh karena larangannya
berlaku pada masalah adab.
Kelima, mengangkat pemimpin dalam rombongan safar yang mempunyai
akhlaq yang baik, akrab, dan punya sifat tidak egois. Juga mencari teman-teman
yang baik dalam perjalanan. Adapun erintah untuk mengangkat pemimpin ketika
safar terdapat dalam hadits, “jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka
hendaklah mereka mengangkat salah satu di antaranya sebagai ketua rombongannya.
(HR. Abu Daud no. 2609)
Keenam, hendaklah melakukan shafar pada waktu terbaik.
Dianjurkan untuk melakukan safar
pada hari kamis sebagaimana kebiasaan Nabi Saw. dari Ka’ab bin Malik, beliau
berkata, “Nabi Saw. keluar menuju perang tabuk pada hari kamis. Dan telah
menjadi kebiasaan beliau untuk bepergian pada hari kamis.(HR.Bukhari no.2950)
Dianjurkan untuk mulai bepergian
pada pagi hari karena waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah. Sebagaimana
doa Nabi Saw pada waktu pagi. “Ya Allah, berkahilah ummatku di waktu paginya.”
Ibnu baththol mengatakan, :adapun
Nabi Saw menkghususkan waktu pagi dengan mendoakan keberkahan pada waktu
tersebut daripada waktu-waktu lainnya karena waktu pagi adalah waktu yang biasa
digunakan untuk memulai amal. Waktu tersebut adalah waktu bersemangat untuk
beraktivitas. Oleh karena itu Nabi Saw mengkhususkan doa pada waktu tersebut
agar seluruh umatnya mendapatkan berkah didalamnya.
Juga waktu terbaik untuk melakukan
safar adalah di waktu duljah. Sebagian ulama mengatakan bahwa duljah bermakna
awal malam. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah seluruh malam karena
melihat kelanjutan hadits. Jadi dapat kita maknakan bahwa waktu duljah adalah
perjalanan di malam hari. Perjalanan di waktu malam itu sangat baik karena
ketika itu jarak bumi seolah-olah didekatkan. Dari anas bin Malik, Rasulullah
Saw bersabda, “hendaklah kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena
seolah-olah bumi itu terlipat ketika itu” (HR. Abu Daud. No.2571)
Kedelapan, melakukan sholat
dua rakaat ketika hendak pergi. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits dari Abu
Hurairah, Nabi Saw bersabda, “jika engkau keluar dari rumahmu, maka shalatlah
dua rakaat yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada diluar
rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua rakaat yang
akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk kedalam rumah.
Kesembilan, berpamitan kepada keluarga dan orang-orang yang
ditinggalkan.
Doa yang biasa diucapkan oleh Nabi
Saw kepada orang yang hendak bersafar adalah, “Astawdi’ulaha diinaka,
waamanataka wa khowaatiima ‘amalik (aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan
perbuatan terakhirmu kepada Alla)
Kemudian hendaknya musafir yang
hendak bepergian mengucapkan kepada orang yang ditinggalkan,
“Astwdi’ukallahalladzi laa tadhi’u wa daa-i’ahu (aku menitipkan kalian kepada
Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya).”
Kesepuluh, ketika hendak keluar rumah dianjurkan untuk membaca doa,
“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa
hawla wa laa quwwata illa billah” (dengan nama Allah, aku bertawakkal
kepadan-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya).
Atau bisa juga dengan do’a,
‘alahumma inni a’udzu bika an
adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala, aw
yujhala ‘alayya’ (ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau
disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang
lain, dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari kebodohan diriku
atau dijahili orang lain) (HR. Abu Daud no.5094).
0 comments:
Post a Comment